Dari Pedoman Penerapan Pendekatan BCCT dalam Pendidikan Anak Usia Dini dijelaskan bahwa:

Metode pembelajaran dengan Pendekatan Beyond Centers and Circle Times (BCCT) adalah metode pembelajaran anak usia dini melalui kegiatan bermain anak dalam sentra-sentra bermain dan saat-saat lingkaran. Pendekatan BCCT mendasarkan pada asumsi bahwa anak belajar melalui kegiatan bermain dengan benda-benda dan orang-orang disekitarnya (lingkungan biotik dan abiotik). Dalam kegiatan bermain, anak berinteraksi dengan lingkungannya, pengalaman bermain yang tepat dapat mengoptimalkan seluruh aspek tumbuh kembang anak, baik fisik, emosi, kognisi maupun sosial anak. Kegiatan bermain anak tersebut antara lain melalui tiga jenis kegiatan bermain yaitu main sensorimotor, main pembangunan dan main peran atau main simbolik

Main sensorimotor dijelaskan oleh Jean Piaget dan Sara Smilansky (1968) yang menyatakan bahwa anak usia dini belajar melalui kegiatan bermain dengan menggunakan panca indranya dan melalui hubungan fisik dengan lingkungan mereka. Kebutuhan sensorimotor anak didukung ketika pada mereka disediakan kesempatan untuk berhubungan dengan bermacam-macam bahan dan alat permainan, baik di dalam maupun diluar ruangan. Kegiatan bergerak secara bebas, bermain di halaman, dilantai atau dimeja dengan kursi, menyediakan banyak kesempatan untuk berhubungan dengan banyak tekstur dan berbagai jenis bahan mainan yang berbeda akan mendukung setiap kebutuhan perkembangan anak. Pengalaman main sensorimotor pada anak usia dini merupakan rangsangan untuk mendukung proses kerja otak dalam mengelola informasi yang didapatkan anak dari lingkungan saat bermain, baik bermain dengan badannya ataupun dengan berbagai benda disekitarnya.

Main pembangunan dibahas oleh Jean Piaget (1962), Sara Smilansky (1968), dan Charles and Mary Wolfgang (1992). Jean Piaget menyatakan bahwa kesempatan main pembangunan membantu anak untuk mengembangkan keterampilan yang akan mendukung keberhasilan sekolahnya kelak. Dr. Charles Wolfgang dalam bukunya yang berjudul School for Young Children, menjelaskan suatu tahap yang berkesinambungan dari bahan yang paling cair atau messy seperti air, ke yang paling terstruktur seperti puzzle dan balok. Cat, crayon, spidol, playdough, air, pasir dianggap sebagai bahan main pembangunan sifat cair atau bahan alam. Sedangkan balok unit, leggo, balok berongga, bristle blocks, puzzle dan lainnya yang sejenis yang ditentukan dan mengarahkan bagaimana anak meletakkan bahan-bahan tersebut secara bersama menjadi sebuah karya, dianggap sebagai bahan main pembangunan yang terstruktur. Anak dapat mengekspresikan dalam bahan-bahan ini dengan mengembangkannya dari proses bermain sensorimotor pada usia di bawah tiga tahun ke tahap main simbolik pada anak usia 3 sampai 6 tahun yang dapat terlihat dalam hubungan kerjasama dengan anak lainnya dalam menciptakan karya nyata.

Erik H. Erikson menjelaskan bahwa anak menyusun pengalaman dengan membuat suatu keadaan yang semestinya dan menguasai kenyataan melalui ujicoba dan perencanaan di dalamnya. Dalam keadaan yang ia buat sendiri, anak memperbaiki kesalahannya dan memperkuat harapan-harapannya. Anak mengantisipasi keadaan-keadaan masa depan melalui ujicoba-ujicoba. Selanjutnya Erikson menjelaskan bahwa ada dua jenis main peran yaitu main peran mikro dan main peran makro. Selama tahap awal main peran, anak melakukan percobaan dengan bahan dan peran. Sebagai contoh, anak memakai baju dan melepaskannya, mendorong gerobak dan kereta barang, membawa boneka bayi mengelilingi ruangan sambil bernyanyi, membuka dan menutup lemari, mengisi dan membongkar mainannya dan sebagainya. Saat anak berkembang melalui pengalaman main peran, mereka juga “memeriksa egonya” belajar menghadapi pertentangan emosinya, memperkuat dirinya sendiri untuk masa depan, menciptakan kembali masa lalunya dan mengembangkan keterampilan khayalan. Tujuan akhir main peran adalah belajar bermain dan bekerja dengan orang lain. Hal ini merupakan latihan untuk pengalaman-pengalamannya di dunia nyata selanjutnya.

Main peran mikro adalah kegiatan bermain peran/role play dengan menggunakan bahan-bahan main berukuran kecil seperti rumah boneka lengkap dengan perabotnya dan orang-orangan sehingga anak dapat memainkannya, atau rangkaian kereta api dengan rel dan jalan dengan mobil, lapangan pesawat udara, kebun binatang dan orang-orang kemudian anak memainkannya lengkap dengan scenario yang biasanya disusun seketika dan dimainkannya bersama teman-temannya dalam satu session. Sedangkan main peran makro adalah main peran sesungguhnya dengan alat-alat permainan berukuran sesungguhnya dan anak dapat menggunakannya untuk menciptakan dan memainkan peran-peran, misalnya main dokter-dokteran maka alat permainan yang digunakan antara lain stetoskop mainan ukuran besar, replica jarum suntik, buku resep dan ballpoint, meja pendaftaran, petugas pendaftar, perawat yang membantu dokter, kamar periksa dan sebagainya yang semuanya dalam ukuran besar dan dapat dipergunakan seperti kegiatan sesungguhnya. Atau dalam skala besar misalnya kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga, ada alat-alat rumah tangga, ruang tamu, ruang makan, kamar tidur, meja belajar, garasi dan sebagainya dan anak-anak ada yang berperan sebagai Bapak, Ibu, kakak, adik dan sebagainya.

Anak merupakan generasi penerus bangsa yang berlangsung secara terus menerus dan bersifat alami. Dari generasi ke generasi masyarakat suatu bangsa akan mengalami pertumbuhan yang berbeda dimana kualitas masyarakatnya akan ditentukan oleh pengalaman dan pembelajaran yang diperoleh dan dimilikinya baik secara formal maupun non formal.

Masyarakat yang memperoleh pengalaman dan pembelajaran yang berkualitas tentu saja akan menjadikan generasi yang berkualitas pula, begitu juga sebaliknya. Salah satu indikator yang menentukan kualitas suatu generasi masyarakat ditentukan oleh pendidikan yang diperoleh baik itu melalui pendidikan formal maupun pendidikan non formal.

Peletakan dasar untuk pengembangan pikir dan kepribadian anak sangat ditentukan oleh proses pembelajaran yang diberikan oleh orang tua sejak anak-anak masih berusia pra sekolah 0 hingga 6 tahun.

Pendidikan anak usia dini (PAUD) menempati posisi yang sangat strategis dalam penyiapan Sumberdaya Manusia masa depan. Selain perkembangan intelektual terjadi amat pesat pada tahun-tahun awal kehidupan anak, berbagai kajian juga menyimpulkan bahwa pembentukan karakter manusia juga pada fase usia dini (Modul Kegiatan PAUD Non Formal, 2008)

Masa-masa pada rentang usia dini merupakan masa emas dimana perkembangan fisik, motorik, intelektual, emosional, bahasa dan sosial berlangsung dengan sangat cepat.Bahkan perkembangan intelektual anak berlangsung sebelum anak berusia 4 tahun.Sehingga peningkatan kualitas anak usia dini perlu diupayakan semaksimal mungkin , mengingat optimalisasi kualitas manusia harus memiliki dasar-dasar yang kuat sejak dari awal kehidupan.

Proses pembelajaran PAUD bukanlah proses belajar mengajar seperti yang diselenggarakan di sekolah, namun lebih ditekankan sebagai tempat bermain, tempat dimana anak mulai mengenal orang lain, tempat untuk berkreasi dibawah asuhan dan bimbingan orang tua. Pengembangan kepribadian dan kecerdasan yang sebenarnya telah dimiliki oleh setiap anak merupakan tujuan utama dalam proses pembelajaran di PAUD.

Oleh sebab itu proses pembelajaran di PAUD harus benar-benar memperhatikan kemampuan yang dimiliki oleh setiap anak karena hal ini akan menentukan masa depannya. Peletakan dasar kepribadian, pengembangan, dan pembentukan kepribadian anak tergantung pada awalnya ketika anak tersebut memperoleh pengalaman pertamanya dalam proses pembelajaran yang dialaminya. Proses pembelajaran kreatif dengan memberikan rangsangan belajar bagi anak sesuai dengan kecerdasan yang dimilikinya akan sangat menentukan masa depan anak.

(dikutip dari http://bappeda.slemankab.go.id)

Pelaksanaan PAUD diselenggarakan dengan memberikan fasilitas belajar yang sesuai dengan tingkat berpikir anak.Proses belajar pada PAUD ditekankan pada pengembangan proses berpikir dan proses berkreasi yang sesuai dengan tingkat kecerdasan yang dimiliki oleh anak.

Masih menurut Indonesia Heritage Foundation, ada 9 pilar karakter yang harus ditumbuhkan dalam diri anak:
1. Cinta Allah, segenap ciptaanNya
2. Kemandirian ,tanggung jawab
3. Kejujuran, bijaksana
4. Hormat, santun
5. Dermawan, suka menolong, gotong royong
6. Percaya diri, kreatif, bekerja keras
7. Kepemimpinan, keadilan
8. Baik hati, rendah hati
9. Toleransi, Kedamaian, kesatuan