Akhlak yang paling istimewa dalam Islam dan menjadi perhatian utama Ikhwanul Muslimin adalah kebersihan hati; bersih dari kebencian, kedengkian dan iri hati, yang itu merupakan salah satu akhlak penghuni surga. Allah berfirman:

وَنَزَعْنَا مَا فِي صُدُورِهِمْ مِنْ غِلٍّ إِخْوَانًا عَلَى سُرُرٍ مُتَقَابِلِينَ

“Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan”. (Al-Hijr:47)

Dan tidak ada jalan lain untuk selamat disisi Allah kecuali dengannya. Allah berfirman:

وَلَا تُخْزِنِي يَوْمَ يُبْعَثُونَ . يَوْمَ لاَ يَنْفَعُ مَالٌ وَلاَ بَنُونَ . إِلاَّ مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ

“Dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan, (yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih”. (As-Syu’ara:87-89)

Dan juga menjadi sebab dalam persahabatan kita dengan nabi saw di dalam surga –Insya Allah-, karena itu nabi saw telah mewasiatkan kepada Anas bin Malik ra, beliau berkata;

يَا بُنَيَّ، إِنْ قَدَرْتَ أَنْ تُصْبِحَ وَتُمْسِىَ لَيْسَ فِي قَلْبِكَ غِشٌّ لأَحَدٍ فَافْعَلْ.. يَا بُنَيَّ وَذَلِكَ مِنْ سُنَّتِي، وَمَنْ أَحْيَا سُنَّتِي فَقَدْ أَحَبَّنِي، وَمَنْ أَحَبَّنِي كَانَ مَعِي فِي الْجَنَّةِ

“Wahai anakku, jika engkau mampu masuk waktu pagi dan sore dan tidak ada di dalam hatimu kebencian kepada siapapun maka lakukanlah.. wahai anakku itulah bagian dari sunnahku, dan barangsiapa yang menghidupkan sunnah maka ia telah mencintaiku, dan barangsiapa yang mencintaiku maka ia akan bersamanya di dalam surga”. (Tirmidzi)

Dengan demikian, orang-orang yang beriman senantiasa memohon kepada Allah agar senantiasa diberikan petunjuk untuk memiliki salamatus shadr (kebersihan hati), sebagaimana firman Allah:

وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلاًّ لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: “Ya Rabb Kami, beri ampunlah Kami dan saudara-saudara Kami yang telah beriman lebih dulu dari Kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati Kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb Kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang”. (Al-Hasyr:10)

Karena itu pula, Ikhwanul Muslimin berusaha mentarbiyah diri mereka sesuai dengan nilai-nilai ini, dan Imam Hasan Al-Banna mengungkapkan bahwa derajat cinta paling rendah adalah kebersihan hati dan tingkatan tertinggi adalah itsar ( mengutamakan kepentingan orang lain). Sebagaimana Allah berfirman:

وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

“Dan mereka mengutamakan (orang-orang muhajirin), atas diri mereka sendiri, Sekalipun mereka dalam kesusahan. dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka Itulah orang orang yang beruntung”. Al-hasyr:9)

Kebersihan hati merupakan ciri ahlul iman

Nabi saw mensifati seorang mukmin dengan kebersihan hati, beliau bersabda:

الْمُؤْمِنُ غِرٌّ كَرِيمٌ، وَالْفَاجِرُ خِبٌّ لَئِيم

“Seorang mukmin adalah seorang yang memiliki hati yang mulia, dan orang yang jahat adalah dengki lagi hina” (Abu Daud dan Tirmidzi)

Maksudnya adalah bahwa jiwa orang beriman yang terpuji adalah yang senantiasa berada dalam kebaikan, acuh terhadap kejahatan dan makar, tidak ingin mencari-cari dan sibuk dengannya. Ketika nabi saw ditanya:

أَيُّ النَّاسِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: “كُلُّ مَخْمُومِ الْقَلْبِ صَدُوقِ اللِّسَانِ”، قَالُوا: صَدُوقُ اللِّسَانِ نَعْرِفُهُ، فَمَا مَخْمُومُ الْقَلْبِ؟ قَالَ: “هُوَ التَّقِيُّ النَّقِيُّ، لاَ إِثْمَ فِيهِ وَلاَ بَغْيَ وَلاَ غِلَّ وَلاَ حَسَدَ

“Apa ciri manusia terbaik? Beliau menjawab: semua orang yang hatinya bertaqwa dan benar lisannya, mereka berkata: jika mengenai lisan kami memahaminya, lalu apa yang dimaksud dengan bersih hatinya? Beliau menjawab: Ia adalah yang bertaqwa dan bersih, tidak dosa, tidak kezhaliman di dalamnya, dan tidak ada pula iri dan dengki serta benci”. (Ibnu Majah)

Bukanlah yang dimaksud dengan bersih hatinya pada orang beriman yang lalai dan bodoh, namun kemuliaan dan kebaikan akhlak; hal itu karena seorang mukmin menyadari bahwa yang demikian merupakan jalan menuju kemenangan dan keberuntungan. Sebagaimana nabi saw pernah bersabda:

:“قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَخْلَصَ قَلْبَهُ لِلإِيمَانِ، وَجَعَلَ قَلْبَهُ سَلِيمًا، وَلِسَانَهُ صَادِقًا، وَنَفْسَهُ مُطْمَئِنَّةً، وَخَلِيقَتَهُ مُسْتَقِيمَةً

“Sungguh beruntung orang yang murni hatinya pada keimanan, senantiasa menjadikan hatinya bersih, lisan yang benar, jiwa yang tenang dan akhlak yang lurus”. (Ahmad)

Ketika nabi saw menyebutkan tiga kali seseorang yang muncul dihadapan para sahabat bahwa dia adalah calon penghuni surga, lalu diikuti oleh Abdullah bin Amru ra, dan beliau tidak mendapati darinya perbuatan yang istimewa dari berbagai ketaatan namun hanya seperti layaknyanya kebanyakan manusia, dan beliau terheran akan hal tersebut, namun orang tersebut akhirnya berkata:

مَا هُوَ إِلاَّ مَا رَأَيْتَ، غَيْرَ أَنِّي لاَ أَجِدُ فِي نَفْسِي لأَحَدٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ غِشًّا، وَلاَ أَحْسُدُ أَحَدًا عَلَى خَيْرٍ أَعْطَاهُ اللَّهُ إِيَّاهُ”، فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ: “هَذِهِ الَّتِي بَلَغَتْ بِكَ، وَهِيَ الَّتِي لاَ نُطِيقُ

“Tidak ada yang istimewa seperti yang anda lihat, namun saya tidak mau terdapat dalam diri ini kebencian pada seorangpun dari umat Islam, tidak ada hasad (iri) kepada seorangpun atas kebaikan (rezki) yang Allah berikan kepadanya. Lalu Abdullah berkata: Inilah yang telah menempatkan dirimu padanya dan itu pula yang kami tidak sanggup melakukannya”. (Ahmad)

ولما بشَّر النبي صلى الله عليه وسلم عبد الله بن سَلام رضي الله عنه بأنه من أهل الجنة، قالوا له: أخبرنا بأوثق عملك في نفسك ترجو به؟ قال: “إِنِّي لَضَعِيفٌ، وَإِنَّ أَوْثَقَ مَا أَرْجُو بِهِ سَلَامَةُ الصَّدْرِ، وتَرْكُ مَا لَا يَعْنِينِي

“Ketika nabi saw memberikan kabar gembira kepada Abdullah bin Salam bahwa beliau adalah calon penghuni surge, maka para sahabat berkata kepadanya: beritahukan kepada kami perbuatan yang menjadikan dirimu yakin berharap dengannya, maka beliau menjawab: saya adalah makhluk lemah, namun harapan saya yang paling kuat adalah kebersihan hati dan meninggalkan sesuatu yang tidak berguna”. (Ibnu Abi dunya dalam bab As-shumtu)

ودخلوا على أبي دجانة رضي الله عنه وهو مريض، ووجهه يتهلل، فسألوه عن ذلك؟ قال: “مَا مِنْ عَمَلِ شَيْءٍ أَوْثَقُ عِنْدِي مِنَ اثْنَتَيْنِ؛ أَمَّا إِحْدَاهُمَا: فَكُنْتُ لَا أَتَكَلَّمُ بِمَا لَا يَعْنِينِي، وَأَمَّا الْأُخْرَى: فَكَانَ قَلْبِي لِلْمُسْلِمِينَ سَلِيمًا

Ketika mereka masuk ke rumah Abu Dujanah dalam keadaan sakit sementara wajahnya tetap bertahlil. Lalu mereka bertanya akan hal tersebut? Beliau berkata: tidak ada perbuatan yang kuat menurutnya kecuali dua: yang pertama adalah bahwa aku tidak berbicara pada sesuatu yang tidak bermanfaat, sedangkan kedua adalah berusaha menjaga kebersihan hati dari umat Islam lainnya”. (Al-Jami’, ibnu Wahab)

Kebersihan hati umat Islam akan dapat memberikan buah yang baik pada jiwa, mencerahkan wajah dan keinginan yang baik bagi setiap orang serta dapat menumbuhkan kasih sayang, cinta kasih dan berbaik sangka, sebagaimana akan memberikan ketenangan hati dan cinta kepada makhluk lainnya. Dan karena itulah mereka berambisi untuk mencapainya dan mengajak umat kepadanya.

Akibat tidaknya adanya kebersihan hati

Jika hati tidak bersih maka akan muncul akhlak yang buruk dan penuh dengki, yang dapat menjadi panghalang turunnya ampunan dan kasih sayang, Nabi saw pernah bersabda:

تُفْتَحُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ يَوْمَ الاِثْنَيْنِ وَيَوْمَ الْخَمِيسِ، فَيُغْفَرُ لِكُلِّ عَبْدٍ لاَ يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا، إِلاَّ رَجُلاً كَانَتْ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيهِ شَحْنَاءُ، فَيُقَالُ: أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا، أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا، أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا

“Pintu-pintu langit dibuka pada hari senin dan kamis, maka Allah SWT akan memberikan ampunan bagi hamba yang tidak mensyirikkan Allah, kecuali seseorang antara dirinya dan saudaranya ada benci. Lalu dikatakan: lihatlah dua orang tersebut sampai keduanya berbaikan, lihatlah dua orang tersebut sampai keduanya berbaikan, lihatlah dua orang tersebut sampai keduanya berbaikan”. (Muslim)

Merajalelanya makar dan hampanya kebersihan hati; merupakan penyebab turunnya azab atas umat manusia.

أَفَأَمِنَ الَّذِينَ مَكَرُوا السَّيِّئَاتِ أَنْ يَخْسِفَ اللَّهُ بِهِمُ الْأَرْضَ أَوْ يَأْتِيَهُمُ الْعَذَابُ مِنْ حَيْثُ لَا يَشْعُرُونَ . أَوْ يَأْخُذَهُمْ فِي تَقَلُّبِهِمْ فَمَا هُمْ بِمُعْجِزِينَ . أَوْ يَأْخُذَهُمْ عَلَى تَخَوُّفٍ فَإِنَّ رَبَّكُمْ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ

“Maka Apakah orang-orang yang membuat makar yang jahat itu, merasa aman (dari bencana) ditenggelamkannya bumi oleh Allah bersama mereka, atau datangnya azab kepada mereka dari tempat yang tidak mereka sadari, atau Allah mengazab mereka diwaktu mereka dalam perjalanan, Maka sekali-kali mereka tidak dapat menolak (azab itu), atau Allah mengazab mereka dengan berangsur-angsur (sampai binasa). Maka Sesungguhnya Tuhanmu adalah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”. (An-Nahl:45-47)

Diantara tanda-tanda kebersihan hati adalah tidak berburuk sangka pada sesama muslim

Diantara taujihat Umar adalah:

ضع أمرَ أخيك على أحسنِه ما لم يأتِكَ ما يغلبُك، ولا تظنَّنَّ بكلمةٍ خرجتْ من أخيك المؤمن شرًّا، وأنت تجد لها في الخير محملاً

“Letakkanlah urusan saudaramu sebaik-baiknya sebelum memberikan sesuatu yang dapat mengalahkanmu, janganlah menganggap ungkapan yang keluar dari saudaramu seiman adalah buruk, sementara anda mendapatkan kebaikan yang harus diemban”.

Sebagian salaf berkata:

إذا بلغك عن أخيك شيء تكرهه فالتمس له العذر جهدك، فإن لم تجد له عذرًا فقل: لعلَّ لأخي عذرًا لا أعلمه

“Jika terdapat pada diri saudaramu sesuatu yang kamu membecinya maka cobalah cari alasan semampumu, jika engkau tidak mendapatkan alasan maka katakanlah: mudah-mudahan saudaraku memiliki alasan yang tidak saya ketahui”.

Imam Al-Ghazali berkata:

مَهْمَا رَأَيْتَ إنْسَانًا يُسِيءُ الظَّنَّ بِالنَّاسِ طَالِبًا لِلْعُيُوبِ؛ فَاعْلَمْ أَنَّهُ خَبِيثٌ فِي الْبَاطِنِ، وَأَنَّ مَا يَرَى فِي غَيْرِهِ هُوَ مَا فِي نَفْسِهِ، وَالْمُؤْمِنُ يَطْلُبُ الْمَعَاذِيرَ، وَالْمُنَافِقُ يَطْلُبُ الْعُيُوبَ، وَالْمُؤْمِنُ سَلِيمُ الصَّدْرِ فِي حَقِّ الْكَافَّةِ

“Jika anda melihat seseorang berburuk sangka pada manusia lainnya dan mencari-cari aib orang; maka ketahuilah bahwa itu merupakan keburukan yang terdapat dalam jiwa, dan apa yang dilihat orang lain seperti itu, sementara orang beriman selalu mencari untuk memberikan berbagai alasan, sementara itu orang munafik akan senantiasa mencari-cari aib adapun orang beriman senantiasa menjaga kebersihan hati terhadap hak semua pihak”.

Dan karena besarnya perhatian Nabi saw akan kebersihan hati bagi umat Islam maka beliau menolak berita dari seseorang yang disampaikan kepadanya dengan menjelekkan salah seorang dari sahabatnya, lalu beliau bersabda:

لاَ يُبَلِّغْنِي أَحَدٌ مِنْ أَصْحَابِي عَنْ أَحَدٍ شَيْئًا، فَإِنِّي أُحِبُّ أَنْ أَخْرُجَ إِلَيْكُمْ وَأَنَا سَلِيمُ الصَّدْرِ

“Janganlah ada yang menyampaikan kepada saya seorangpun dari sahabat saya tentang seseorang sesuatu apapun, karena saya senang ketika keluar dari kalian sementara hati saya bersih”. (Abu Daud dan Tirmidzi)

Duhai sungguh celaka orang yang senantiasa mencari-cari kesalahan, senang dengan ketergelinciran, mendapatkan orang yang bersih suatu aib dengan buruk sangka; tidakkah mereka memahami manhaj ini lalu berbaik sangka kepada Ikhwan, menghindari diri dari penafsiran keliru dan buruk kepada sebagian keluar dari mereka, terhadap apa yang tidak terbetik sedikitpun dalam hati seseorang.

Dengan kebersiahn hati akan menyampaikan orang-orang baik dan perbaiakn apa yang mereka dapat capai dari berbagai derajat kedekatan diri kepada Allah, tidak hanya banyak dalam puasa dan shalat karena yang lebih utama adalah kebersihan hati. Dan apa yang diberikan kesadaran oleh Abu Bakar terhadap para sahabat Nabi Muhammad saw bukan karena puasa dan shalatnya namun dengan sesuatu yang ada di dalam hatinya.

Karena itu sebaik-baik perbuatan setelah iman adalah kebersihan hati.

Macam-Macam Mahabbah (Kecintaan)

Ada empat macam kecintaan, berikut ini adalah penjelasan dan status kebolehannya dalam menempati hati kita:

1) Mahabatullah (cinta kepada Allah), adalah dasar utama keimanan.

2) Al-mahabbah fillah (cinta karena Allah), yaitu loyalitas kepada kaum mukminin dan mencintai mereka secara global. Adapun secara individu di antara mereka, masing-masing dicintai sesuai dengan kadar kedekatan dan ketaatannya kepada Allah, dan kecintaan ini hukumnya wajib.

3) Mahabbah ma’allah (kecintaan bersama Allah), yaitu mencintai selain Allah dalam kecintaan yang wajib sama seperti mencintai Allah, seperti kecintaan kaum musyirikin terhadap berhala berhala mereka. Kecintaan seperti ini adalah pokok syirik.

4) Mahabbah thabi’iyyah (kecintaan yang wajar), seperti mencintai kedua orang tua, anak-anak, mencintai makanan dan lainnya, kecintaan ini adalah boleh.

(Sumber: Tafsir Al-’Usyr Al-Akhir dari Al’Qur’an Al Karim Disertai Hukum-Hukum Penting Bagi Seorang Muslim)